Tim Persebaya Surabaya kembali menjadi buah bibir dan sorotan masyarakat sepak bola di Tanah Air. Bukan karena prestasinya yang mentereng, tetapi konflik internal berkepanjangan yang tidak kunjung berakhir.

Bahkan, konflik internal yang terjadi saat ini, jauh lebih rumit dibandingkan dengan sebelumnya dan menjadi catatan sejarah kelam bagi perjalanan klub yang sudah berumur 83 tahun itu. Persebaya kini tidak hanya satu, tapi telah menjadi dua kekuatan dengan dua pengelola yang berbeda.

Persebaya yang pertama dipimpin anggota DPRD Jatim Saleh Ismail Mukadar dan diproyeksikan ikut Liga Primer Indonesia (LPI), yakni sebuah kompetisi di luar kewenangan PSSI yang digagas konglomerat Medco Grup, Arifin Panigoro.

Bahkan, Persebaya LPI sudah berbadan hukum dengan membentuk Perseroan Terbatas (PT) Persebaya Indonesia. Saat ini, Persebaya LPI ditangani PT Pengelola Persebaya Indonesia, sebuah perusahaan bentukan konsorsium LPI yang akan mendanai seluruh operasional tim selama ikut kompetisi. Artinya, Persebaya LPI tidak lagi menyusu pada APBD.

Sedangkan Persebaya kedua yang dipimpin Ketua DPRD Surabaya Wisnu Wardhana dan baru diperkenalkan kepada publik pada Jumat (22/10), didaftarkan ikut kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia musim 2010/2011 yang resmi dikelola PSSI.

Hanya saja, Persebaya Divisi Utama tidak ingin ikut-ikutan diswastakan dan masih menjadi klub "plat merah" yang mengandalkan pendanaan dari bantuan APBD Kota Surabaya, untuk biaya operasional ikut kompetisi.

Terbelahnya kekuatan tim berjuluk "Bajul Ijo" tersebut, tidak lepas dari konflik berkepanjangan yang terjadi di organisasi Pengurus Cabang PSSI Kota Surabaya sejak April 2010.

Baik kubu Saleh Ismail Mukadar maupun Wisnu Wardhana, sama-sama ngotot menjadi pihak yang paling sah memimpin organisasi sepak bola tersebut. Sama sekali tidak ada yang mau mengalah, apalagi berdamai.

Imbas dari perseteruan itu, 30 klub internal anggota Pengcab PSSI Surabaya dan elemen suporter Bonekmania, ikut terbelah dan terlibat aksi dukung-mendukung. Sebagian mendukung Saleh Mukadar dan lainnya ikut Wisnu Wardhana.

Upaya perdamaian terus diupayakan sejumlah pihak, seperti KONI Surabaya dan KONI Jatim. Namun, sejauh ini belum ada hasilnya. Pengurus Provinsi PSSI Jatim selaku induk organisasi, juga tidak berupaya mendamaikan dan membiarkan kedua kubu terus bersitegang.

Sementara Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang belum lama dilantik, memilih bersikap pasif dan tidak segera turun tangan menyelesaikan konflik tersebut.

Tokoh-tokoh bola di Surabaya yang biasanya ikut turun tangan menengahi konflik di Persebaya, hingga saat ini sama sekali tidak muncul suaranya. Sebagian di antaranya justru masuk dalam aksi dukung-mendukung.

Bagaimana pun, Persebaya adalah salah satu aset bersejarah Kota Surabaya yang punya andil besar dalam perjalanan sepak bola nasional sejak puluhan tahun silam.

Konflik internal di Persebaya atau Pengcab PSSI Surabaya menjadi hal yang biasa dan tidak hanya terjadi kali ini. Namun, konflik itu tidak sampai memunculkan perpecahan seperti sekarang, karena bisa secepatnya diredam.

Persebaya bukan milik Saleh Ismail Mukadar atau Wisnu Wardhana, tetapi Persebaya milik seluruh masyarakat Surabaya. Karena itu, Persebaya harus segera diselamatkan dari kehancuran dan dijauhkan dari kepentingan-kepentingan tidak sportif kelompok tertentu.