Minggu, 09 Januari 2011

Bajul Ijo Bukan Sekadar Sebuah Klub



Imagined Persebaya (1)

 
Minggu, 09 Januari 2011 15:41:54 WIB Reporter : Oryza A. Wirawan

Benedict Anderson, seorang peneliti tentang nasionalisme, punya teori bagus dan selalu dikutip: imagined community. Komunitas yang terbayangkan. Dalam teori Anderson ini, sebuah bangsa pada dasarnya adalah sebuah komunitas yang dibayangkan.

Saya tinggal di Jember tidak pernah ke Papua atau punya sanak kerabat warga asli Dayak. Namun, kami memiliki perasaan imajinatif, sesuatu perasaan yang terbayangkan, bahwa kami adalah satu bangsa Indonesia.

Teori Anderson ini secara umum bagus dan bisa diperluas untuk menjelaskan fenomena lain tentang sebuah entitas dan komunitas yang melampaui puak. Teori ini juga bisa menjelaskan kepada Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, tentang mengapa sebagian besar pendukung Persebaya menentang kebijakannya yang mengharuskan tim Bajul Ijo itu berganti nama jika ingin mendapat ijin laga Liga Primer Indonesia.

Hingga tulisan ini dibuat, Kapolda Jatim Badrodin Haiti memang hanya akan memberikan izin laga awal melawan Bandung FC, jika Persebaya mengubah nama. Alasan yang disajikan salah satunya masalah keamanan.

Persebaya adalah klub sepakbola dengan sejarah panjang. Meminjam istilah para penggemar Barcelona, 'ini bukan sekadar sebuah klub'. Lahir 18 Juni 1927, klub ini sudah menjadi bagian dari pertumbuhan kota ini, dan perjuangan warganya melawan penindasan penjajah. Persebaya menjadi salah satu simbol perlawanan dan identitas kota.

Pasang-surutnya prestasi tidak pernah menyurutkan dukungan terhadap Persebaya. Bahkan, basis pendukung Persebaya meluas melampaui kota Surabaya sendiri. Di Mojokerto, sebuah laporan beritajatim.com menyebutkan, kaos klub sepakbola yang paling laris adalah kaos bertema Persebaya.

Di Jember, sebuah kota yang berjarak lima jam perjalanan dari Surabaya, ratusan anak mudanya bersedia datang ke Tambaksari untuk menyaksikan langsung tim hijau-hijau. Luasnya dukungan terhadap Persebaya ini bahkan masih terlihat, walau klub ini tidak pernah lagi menjadi juara nasional sejak 2004 dan bahkan sempat bermain di divisi setingkat di bawah kasta tertinggi.

Saat Persebaya dipaksa degradasi dari Liga Super Indonesia oleh PSSI musim lalu, pengurus mendapat dukungan penuh dari Bonek untuk melakukan perlawanan. Di Jakarta, sejumlah Bonek berunjukrasa di depan kantor PSSI dan KONI. Aksi tanda tangan dan cap jempol darah digalang di Surabaya. Terakhir, Bonek berunjukrasa dan menyampaikan pernyataan sikap di markas FIFA di Swiss, serta melaporkan karut-marutnya sepakbola nasional secara umum di bawah kepemimpinan Nurdin Halid.

Dukungan penuh dan heroik juga diberikan saat pengurus Persebaya di bawah kepemimpinan Saleh Ismail Mukadar memulai era baru, dan memilih bergabung dengan Liga Primer Indonesia. Ancaman PSSI untuk memberikan sanksi berat kepada Persebaya yang memilih keluar dari Divisi Utama tak dihiraukan. Seorang Bonek pernah mengatakan kepada saya: biarpun Persebaya didegradasi ke Divisi 100 sekalipun, asalkan itu karena melawan kesewenang-wenangan Nurdin Halid, ia tetap akan mendukung. [air/wir/bersambung]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar